Selasa, 08 Februari 2011

WASPADAI SEKS BEBAS KALANGAN REMAJA

Berdasarkan studi penelitian di berbagai kota besar di Indonesia,
sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan
hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut
hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup
seks bebas di kalangan anak remaja secara umum baik di
pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin
serius. Mungkinkah karena longgarnya kontrol pada mereka?
Berikut ini laporan KBI GEMARI dari “Kota Pelajar” Yogyakarta dan
Jakarta.
Pakar seks yang juga spesialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke
Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data
remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin
meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi
dua puluh persen pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai
penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta,
Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di Palu, Sulawesi
Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat ramaja yang pernah
melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen.
“ Sementara penelitian yang saya lakukan pada tahun 1999 lalu
terhadap pasien yang datang ke Klinik Pasutri, tercatat sekitar 18
persen remaja pernah melakukan hubungan seksual pranikah,”
kata pemilik Klinik Pasutri ini.
Kelompok remaja yang masuk dalam penelitian tersebut rata-rata
berusai 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun,
dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di
bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat
kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta
kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah
aborsi tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen di antaranya
dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka
kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara
yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan
berbagai gangguan. Di antaranya, terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga
menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak
diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan
tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak
menghendaki.Seks pranikah, lanjut Boyke, juga bisa meningkatkan risiko kanker
mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia
17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat
hingga lima kali lipat.
Selain itu, seks pranikah akan meningkatkan jumlah kasus penyakit
menular seksual, seperti sipilids, GO (gonorhoe), hingga HIV AIDS.
Androlog Anita Gunawan mengatakan, kasus GO paling banyak
terjadi. Penderita bisa saja tidak mengalami keluhan. Tapi, hal itu
justru semakin meningkatkan penyebaran penyakit tersebut.
Anita menggolongkan penyakit GO tersebut ke dalam subklinis,
kroni, dan akut. Subklinis dan kronis, kata Anita, tidak
menimbulkan gejala serta keluhan pada penderita. Sedangkan GO
akut akan menampakkan gejala, seperti sulit buang air kecil atau
sakit pada ujung kemaluan. “Pada pria biasanya menampakkan
gejala. Berbeda dengan wanita, seringkali tidak menampakkan
gejala yang jelas. Paling-paling hanya timbul keputihan atau
anyang-ayangan,” ujarnya.
“ Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola
hidup seks bebas, kalau terus menerus mengalami godaan dan
dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan
tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu terasa
lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan
keagamaannya tidak begitu kuat,” dalihnya.
Salah satu upaya untuk menanggulangi maraknya seks bebas di
kalangan remaja, khususnya penghuni kos, selain perlu dilakukan
pengawasan yang ketat dan intensif dari pemilik kos secara
proporsional, juga meningkatkan kesadaran dari orang tua untuk
memilihkan tempat kos bagi anak-anaknya yang layak dan aman.
“Selain itu, tentu membekali putra-putrinya dengan benteng ajaran
agama yang kokoh,” ujar Trias saat ditemui di Yogyakarta, belum
lama ini.
Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun
bukan pendidikan seks secara vulgar. “Pendidikan Kesehatan
Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan
pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat
pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan
sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar
dari percobaan melakukan seks bebas,” imbau Ciptaningsih penuh
harap. ()

Tidak ada komentar:

Posting Komentar